BAB XI
SYAHBANDAR
Bagian Kesatu
Fungsi, Tugas, dan Kewenangan Syahbandar
Pasal 207
1. Syahbandar
melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran yang mencakup, pelaksanaan,
pengawasan dan penegakan hukum di bidang angkutan di perairan, kepelabuhanan,
dan perlindungan lingkungan maritim di pelabuhan.
2. Selain melaksanakan
fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Syahbandar membantu pelaksanaan
pencarian dan penyelamatan (Search and Rescue/SAR) di pelabuhan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Syahbandar diangkat
oleh Menteri setelah memenuhi persyaratan kompetensi di bidang keselamatan dan
keamanan pelayaran serta kesyahbandaran.
Pasal 208
1. Dalam melaksanakan
fungsi keselamatan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 207 ayat (1)
Syahbandar mempunyai tugas:
a. mengawasi kelaiklautan
kapal, keselamatan, keamanan dan ketertiban di pelabuhan;
b. mengawasi tertib lalu
lintas kapal di perairan pelabuhan dan alur-pelayaran;
c. mengawasi kegiatan
alih muat di perairan pelabuhan;
d. mengawasi kegiatan
salvage dan pekerjaan bawah air;
e. mengawasi kegiatan
penundaan kapal;
f. mengawasi pemanduan;
g. mengawasi bongkar muat
barang berbahaya serta limbah bahan berbahaya dan beracun;
h. mengawasi pengisian
bahan bakar;
i.
mengawasi
ketertiban embarkasi dan debarkasi penumpang;
j.
mengawasi
pengerukan dan reklamasi;
k. mengawasi kegiatan
pembangunan fasilitas pelabuhan;
l.
melaksanakan
bantuan pencarian dan penyelamatan;
m. memimpin penanggulangan
pencemaran dan pemadaman kebakaran di pelabuhan; dan
n. mengawasi pelaksanaan
perlindungan lingkungan maritim.
2. Dalam melaksanakan
penegakan hukum di bidang keselamatan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 207 ayat (1) Syahbandar melaksanakan tugas sebagai Pejabat Penyidik
Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 209
Dalam melaksanakan fungsi dan tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 207 dan Pasal 208 Syahbandar mempunyai
kewenangan:
a.
1. mengkoordinasikan
seluruh kegiatan pemerintahan di pelabuhan;
2. memeriksa dan
menyimpan surat, dokumen, dan warta kapal;
3. menerbitkan
persetujuan kegiatan kapal di pelabuhan;
4. melakukan pemeriksaan
kapal;
5. menerbitkan Surat
Persetujuan Berlayar;
6. melakukan pemeriksaan
kecelakaan kapal;
7. menahan kapal atas
perintah pengadilan; dan
8. melaksanakan sijil
Awak Kapal.
Pasal 210
1. Untuk melaksanakan
fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 207
ayat (1) dibentuk kelembagaan Syahbandar.
2. Ketentuan lebih lanjut
mengenai pembentukan kelembagaan Syahbandar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Koordinasi Kegiatan Pemerintahan di Pelabuhan
Pasal 211
1. Syahbandar memiliki
kewenangan tertinggi melaksanakan koordinasi kegiatan kepabeanan, keimigrasian,
kekarantinaan, dan kegiatan institusi pemerintahan lainnya.
2. Koordinasi yang
dilaksanakan oleh Syahbandar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rangka
pengawasan dan penegakan hukum di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran.
Pasal 212
1. Dalam melaksanakan
keamanan dan ketertiban di pelabuhan sesuai dengan ketentuan konvensi
internasional, Syahbandar bertindak selaku komite keamanan pelabuhan (Port
Security Commitee).
2. Dalam melaksanakan
fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Syahbandar dapat meminta bantuan
kepada Kepolisian Republik Indonesia dan/atau Tentara Nasional Indonesia.
3. Bantuan keamanan dan
ketertiban di pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah koordinasi
dalam kewenangan Syahbandar.
4. Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara pelaksanaan keamanan dan ketertiban serta permintaan bantuan
di pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Pemeriksaan dan Penyimpanan Surat,
Dokumen, dan Warta Kapal
Pasal 213
1. Pemilik, Operator
Kapal, atau Nakhoda wajib memberitahukan kedatangan kapalnya di pelabuhan
kepada Syahbandar.
2. Setiap kapal yang
memasuki pelabuhan wajib menyerahkan surat, dokumen, dan warta kapal kepada
Syahbandar seketika pada saat kapal tiba di pelabuhan untuk dilakukan
pemeriksaan.
3. Setelah dilakukan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) surat, dokumen, dan warta kapal
disimpan oleh Syahbandar untuk diserahkan kembali bersamaan dengan diterbitkannya
Surat Persetujuan Berlayar.
4. Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara pemberitahuan kedatangan kapal, pemeriksaan, penyerahan,
serta penyimpanan surat, dokumen, dan warta kapal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 214
Nakhoda wajib mengisi, menandatangani,
dan menyampaikan warta kapal kepada Syahbandar berdasarkan format yang telah
ditentukan oleh Menteri.
Pasal 215
Setiap kapal yang memasuki pelabuhan,
selama berada di pelabuhan, dan pada saat meninggalkan pelabuhan wajib mematuhi
peraturan dan melaksanakan petunjuk serta perintah Syahbandar untuk kelancaran
lalu lintas kapal serta kegiatan di pelabuhan.
Bagian Keempat
Persetujuan Kegiatan Kapal di Pelabuhan
Pasal 216
1. Kapal yang melakukan
kegiatan perbaikan, percobaan berlayar, kegiatan alih muat di kolam pelabuhan,
menunda, dan bongkar muat barang berbahaya wajib mendapat persetujuan dari
Syahbandar.
2. Kegiatan salvage,
pekerjaan bawah air, pengisian bahan bakar, pengerukan, reklamasi, dan
pembangunan pelabuhan wajib dilaporkan kepada Syahbandar.
3. Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara memperoleh persetujuan dan pelaporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kelima
Pemeriksaan Kapal
Pasal 217
Syahbandar berwenang melakukan
pemeriksaan kelaiklautan dan keamanan kapal di pelabuhan.
Pasal 218
1. Dalam keadaan
tertentu, Syahbandar berwenang melakukan pemeriksaan kelaiklautan kapal dan
keamanan kapal berbendera Indonesia di pelabuhan.
2. Syahbandar berwenang
melakukan pemeriksaan kelaiklautan dan keamanan kapal asing di pelabuhan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara pemeriksaan kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keenam
Surat Persetujuan Berlayar
Pasal 219
1. Setiap kapal yang
berlayar wajib memiliki Surat Persetujuan Berlayar yang dikeluarkan oleh
Syahbandar.
2. Surat Persetujuan
Berlayar tidak berlaku apabila kapal dalam waktu 24 (dua puluh empat) jam,
setelah persetujuan berlayar diberikan, kapal tidak bertolak dari pelabuhan.
3. Surat Persetujuan
Berlayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan pada kapal atau
dicabut apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, Pasal 117 ayat
(2), Pasal 125 ayat (2), Pasal 130 ayat (1), Pasal 134 ayat (1), Pasal 135,
Pasal 149 ayat (2), Pasal 169 ayat (1), Pasal 213 ayat (2), atau Pasal 215
dilanggar.
4. Syahbandar dapat
menunda keberangkatan kapal untuk berlayar karena tidak memenuhi persyaratan
kelaiklautan kapal atau pertimbangan cuaca.
5. Ketentuan mengenai
tata cara penerbitan Surat Persetujuan Berlayar sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketujuh
Pemeriksaan Pendahuluan Kecelakaan Kapal
Pasal 220
1. Syahbandar melakukan
pemeriksaan terhadap setiap kecelakaan kapal untuk mencari keterangan dan/atau
bukti awal atas terjadinya kecelakaan kapal.
2. Pemeriksaan kecelakaan
kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemeriksaan pendahuluan.
Pasal 221
1. Pemeriksaan
pendahuluan kecelakaan kapal berbendera Indonesia di wilayah perairan Indonesia
dilakukan oleh Syahbandar atau pejabat pemerintah yang ditunjuk.
2. Pemeriksaan
pendahuluan kecelakaan kapal berbendera Indonesia di luar perairan Indonesia
dilaksanakan oleh Syahbandar atau pejabat pemerintah yang ditunjuk setelah
menerima laporan kecelakaan kapal dari Perwakilan Pemerintah Republik Indonesia
dan/atau dari pejabat pemerintah negara setempat yang berwenang.
3. Hasil pemeriksaan
pendahuluan kecelakaan kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220 dapat
diteruskan kepada Mahkamah Pelayaran untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan.
Bagian Kedelapan
Penahanan Kapal
Pasal 222
1. Syahbandar hanya dapat
menahan kapal di pelabuhan atas perintah tertulis pengadilan.
2. Penahanan kapal
berdasarkan perintah tertulis pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan berdasarkan alasan:
a. kapal yang
bersangkutan terkait dengan perkara pidana; atau
b. kapal yang
bersangkutan terkait dengan perkara perdata.
Pasal 223
1. Perintah penahanan
kapal oleh pengadilan dalam perkara perdata berupa klaim-pelayaran dilakukan
tanpa melalui proses gugatan.
2. Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara penahanan kapal di pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kesembilan
Sijil Awak Kapal
Pasal 224
1. Setiap orang yang
bekerja di kapal dalam jabatan apa pun harus memiliki kompetensi, dokumen
pelaut, dan disijil oleh Syahbandar.
2. Sijil Awak Kapal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan:
a. penandatanganan
perjanjian kerja laut yang dilakukan oleh pelaut dan perusahaan angkutan laut
diketahui oleh Syahbandar; dan
b. berdasarkan
penandatanganan perjanjian kerja laut, Nakhoda memasukkan nama dan jabatan Awak
Kapal sesuai dengan kompetensinya ke dalam buku sijil yang disahkan oleh
Syahbandar.
Bagian Kesepuluh
Sanksi Administratif
Pasal 225
1. Setiap orang yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 213 ayat (1) atau ayat
(2), Pasal 214, atau Pasal 215 dikenakan sanksi administratif, berupa:
a. peringatan;
b. pembekuan izin atau
pembekuan sertifikat; atau
c. pencabutan izin.
2. Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara dan prosedur pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.