BAB VI
HIPOTEK DAN PIUTANG-PELAYARAN
YANG DIDAHULUKAN
Bagian Kesatu
Hipotek
Pasal 60
1. Kapal yang telah
didaftarkan dalam Daftar Kapal Indonesia dapat dijadikan jaminan utang dengan
pembebanan hipotek atas kapal.
2. Pembebanan hipotek
atas kapal dilakukan dengan pembuatan akta hipotek oleh Pejabat Pendaftar dan
Pencatat Balik Nama Kapal di tempat kapal didaftarkan dan dicatat dalam Daftar
Induk Pendaftaran Kapal.
3. Setiap akta hipotek
diterbitkan 1 (satu) Grosse Akta Hipotek yang diberikan kepada
penerima hipotek.
4. Grosse Akta Hipotek
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama
dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
5. Dalam hal Grosse Akta
Hipotek hilang dapat diterbitkan grosse akta pengganti berdasarkan penetapan
pengadilan.
Pasal 61
1. Kapal dapat dibebani
lebih dari 1 (satu) hipotek.
2. Peringkat
masing-masing hipotek ditentukan sesuai dengan tanggal dan nomor urut akta
hipotek.
Pasal 62
Pengalihan hipotek dari penerima hipotek
kepada penerima hipotek yang lain dilakukan dengan membuat akta pengalihan
hipotek oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal di tempat kapal
didaftarkan dan dicatat dalam Daftar Induk Pendaftaran Kapal.
Pasal 63
1. Pencoretan hipotek
(roya) dilakukan oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal atas
permintaan tertulis dari penerima hipotek.
2. Dalam hal permintaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pemberi hipotek, permintaan
tersebut dilampiri dengan surat persetujuan pencoretan dari penerima hipotek.
Pasal 64
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara pembebanan hipotek diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Piutang-Pelayaran yang Didahulukan
Pasal 65
1. Apabila terdapat
gugatan terhadap piutang yang dijamin dengan kapal, pemilik, pencarter, atau
operator kapal harus mendahulukan pembayaran piutang-pelayaran yang
didahulukan.
2. Piutang-pelayaran yang
didahulukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu sebagai berikut:
a. untuk pembayaran upah
dan pembayaran lainnya kepada Nakhoda, Anak Buah Kapal, dan awak pelengkap
lainnya dari kapal dalam hubungan dengan penugasan mereka di kapal, termasuk
biaya repatriasi dan kontribusi asuransi sosial yang harus dibiayai;
b. untuk membayar uang
duka atas kematian atau membayar biaya pengobatan atas luka badan, baik yang
terjadi di darat maupun di laut yang berhubungan langsung dengan pengoperasian
kapal;
c. untuk pembayaran biaya
salvage atas kapal;
d. untuk biaya pelabuhan
dan alur-pelayaran lainnya serta biaya pemanduan; dan
e. untuk membayar
kerugian yang ditimbulkan oleh kerugian fisik atau kerusakan yang disebabkan
oleh pengoperasian kapal selain dari kerugian atau kerusakan terhadap muatan,
peti kemas, dan barang bawaan penumpang yang diangkut di kapal.
3. Piutang-pelayaran yang
didahulukan tidak dapat dibebankan atas kapal untuk menjamin gugatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf e apabila tindakan
tersebut timbul sebagai akibat dari:
a. kerusakan yang timbul
dari angkutan minyak atau bahan berbahaya dan beracun lainnya melalui laut; dan
b. bahan radioaktif atau
kombinasi antara bahan radioaktif dengan bahan beracun, eksplosif atau bahan
berbahaya dari bahan bakar nuklir, produk, atau sampah radioaktif.
Pasal 66
1. Pembayaran
piutang-pelayaran yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65
diutamakan dari pembayaran piutang gadai, hipotek, dan piutang yang terdaftar.
2. Pemilik, pencarter,
pengelola, atau operator kapal harus mendahulukan pembayaran terhadap biaya
yang timbul selain dari pembayaran piutang-pelayaran yang didahulukan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65.
3. Biaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berupa:
a. biaya yang timbul dari
pengangkatan kapal yang tenggelam atau terdampar yang dilakukan oleh Pemerintah
untuk menjamin keselamatan pelayaran atau perlindungan lingkungan maritim; dan
b. biaya perbaikan kapal
yang menjadi hak galangan atau dok (hak retensi) jika pada saat penjualan paksa
kapal sedang berada di galangan atau dok yang berada di wilayah hukum
Indonesia.
4. Piutang-pelayaran
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 65 mempunyai jenjang prioritas sesuai dengan
urutannya, kecuali apabila klaim biaya salvage kapal telah timbul terlebih
dahulu mendahului klaim yang lain, biaya salvage menjadi prioritas yang lebih
dari piutang-pelayaran yang didahulukan lainnya.