BAB IX
KELAIKLAUTAN KAPAL
Bagian Kesatu
Keselamatan Kapal
Pasal 124
1. Setiap pengadaan,
pembangunan, dan pengerjaan kapal termasuk perlengkapannya serta pengoperasian
kapal di perairan Indonesia harus memenuhi persyaratan keselamatan kapal.
2. Persyaratan
keselamatan kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. material;
b. konstruksi;
c. bangunan;
d. permesinan dan
perlistrikan;
e. stabilitas;
f. tata susunan serta
perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio; dan
g. elektronika kapal.
Pasal 125
1. Sebelum pembangunan
dan pengerjaan kapal termasuk perlengkapannya, pemilik atau galangan kapal
wajib membuat perhitungan dan gambar rancang bangun serta data kelengkapannya.
2. Pembangunan atau
pengerjaan kapal yang merupakan perombakan harus sesuai dengan gambar rancang
bangun dan data yang telah mendapat pengesahan dari Menteri.
3. Pengawasan terhadap
pembangunan dan pengerjaan perombakan kapal dilakukan oleh Menteri.
Pasal 126
1. Kapal yang dinyatakan
memenuhi persyaratan keselamatan kapal diberi sertifikat keselamatan oleh
Menteri.
2. Sertifikat keselamatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. sertifikat keselamatan
kapal penumpang;
b. sertifikat keselamatan
kapal barang; dan
c. sertifikat kelaikan
dan pengawakan kapal penangkap ikan.
3. Keselamatan kapal
ditentukan melalui pemeriksaan dan pengujian.
4. Terhadap kapal yang
telah memperoleh sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penilikan
secara terus-menerus sampai kapal tidak digunakan lagi.
5. Pemeriksaan dan
pengujian serta penilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) wajib
dilakukan oleh pejabat pemerintah yang diberi wewenang dan memiliki kompetensi.
Pasal 127
1. Sertifikat kapal tidak
berlaku apabila:
a. masa berlaku sudah
berakhir;
b. tidak melaksanakan
pengukuhan sertifikat (endorsement);
c. kapal rusak dan
dinyatakan tidak memenuhi persyaratan keselamatan kapal;
d. kapal berubah nama;
e. kapal berganti
bendera;
f. kapal tidak sesuai
lagi dengan data teknis dalam sertifikat keselamatan kapal;
g. kapal mengalami
perombakan yang mengakibatkan perubahan konstruksi kapal, perubahan ukuran
utama kapal, perubahan fungsi atau jenis kapal;
h. kapal tenggelam atau
hilang; atau
i.
kapal
ditutuh (scrapping).
2. Sertifikat kapal
dibatalkan apabila:
a. keterangan dalam
dokumen kapal yang digunakan untuk penerbitan sertifikat ternyata tidak sesuai
dengan keadaan sebenarnya;
b. kapal sudah tidak
memenuhi persyaratan keselamatan kapal; atau
c. sertifikat diperoleh secara
tidak sah.
3. Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara pembatalan sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 128
1. Nakhoda dan/atau Anak
Buah Kapal harus memberitahukan kepada Pejabat Pemeriksa Keselamatan Kapal
apabila mengetahui bahwa kondisi kapal atau bagian dari kapalnya, dinilai tidak
memenuhi persyaratan keselamatan kapal.
2. Pemilik, operator
kapal, dan Nakhoda wajib membantu pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian.
Pasal 129
1. Kapal berdasarkan
jenis dan ukuran tertentu wajib diklasifikasikan pada badan klasifikasi untuk
keperluan persyaratan keselamatan kapal.
2. Badan klasifikasi
nasional atau badan klasifikasi asing yang diakui dapat ditunjuk melaksanakan
pemeriksaan dan pengujian terhadap kapal untuk memenuhi persyaratan keselamatan
kapal.
3. Pengakuan dan
penunjukan badan klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh
Menteri.
4. Badan klasifikasi yang
ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melaporkan kegiatannya kepada
Menteri.
Pasal 130
1. Setiap kapal yang
memperoleh sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (1) wajib
dipelihara sehingga tetap memenuhi persyaratan keselamatan kapal.
2. Pemeliharaan kapal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkala dan sewaktu-waktu.
3. Dalam keadaan tertentu
Menteri dapat memberikan pembebasan sebagian persyaratan yang ditetapkan dengan
tetap memperhatikan keselamatan kapal.
Pasal 131
1. Kapal sesuai dengan
jenis, ukuran, dan daerah-pelayarannya wajib dilengkapi dengan perlengkapan
navigasi dan/atau navigasi elektronika kapal yang memenuhi persyaratan.
2. Kapal sesuai dengan
jenis, ukuran, dan daerah-pelayarannya wajib dilengkapi dengan perangkat
komunikasi radio dan kelengkapannya yang memenuhi persyaratan.
Pasal 132
1. Kapal sesuai dengan
jenis, ukuran, dan daerah-pelayarannya wajib dilengkapi dengan peralatan
meteorologi yang memenuhi persyaratan.
2. Kapal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan informasi cuaca sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Nakhoda yang sedang
berlayar dan mengetahui adanya cuaca buruk yang membahayakan keselamatan
berlayar wajib menyebarluaskannya kepada pihak lain dan/atau instansi
Pemerintah terkait.
Pasal 133
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara pengesahan gambar dan pengawasan pembangunan kapal, serta pemeriksaan dan
sertifikasi keselamatan kapal diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Pencegahan Pencemaran dari Kapal
Pasal 134
1. Setiap kapal yang
beroperasi di perairan Indonesia harus memenuhi persyaratan pencegahan dan
pengendalian pencemaran.
2. Pencegahan dan
pengendalian pencemaran ditentukan melalui pemeriksaan dan pengujian.
3. Kapal yang dinyatakan
memenuhi persyaratan pencegahan dan pengendalian pencemaran diberikan
sertifikat pencegahan dan pengendalian pencemaran oleh Menteri.
4. Ketentuan lebih lanjut
mengenai pencegahan pencemaran dari kapal diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Pengawakan Kapal
Pasal 135
Setiap kapal wajib diawaki oleh Awak
Kapal yang memenuhi persyaratan kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan
ketentuan nasional dan internasional.
Pasal 136
1. Nakhoda dan Anak Buah
Kapal untuk kapal berbendera Indonesia harus warga negara Indonesia.
2. Pengecualian terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan izin sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 137
1. Nakhoda untuk kapal
motor ukuran GT 35 (tiga puluh lima Gross Tonnage) atau lebih
memiliki wewenang penegakan hukum serta bertanggung jawab atas keselamatan,
keamanan, dan ketertiban kapal, pelayar, dan barang muatan.
2. Nakhoda untuk kapal
motor ukuran kurang dari GT 35 (tiga puluh lima Gross Tonnage) dan
untuk kapal tradisional ukuran kurang dari GT 105 (seratus lima Gross Tonnage)
dengan konstruksi sederhana yang berlayar di perairan terbatas bertanggung
jawab atas keselamatan, keamanan dan ketertiban kapal, pelayar, dan barang
muatan.
3. Nakhoda tidak
bertanggung jawab terhadap keabsahan atau kebenaran materiil dokumen muatan
kapal.
4. Nakhoda wajib menolak
dan memberitahukan kepada instansi yang berwenang apabila mengetahui muatan
yang diangkut tidak sesuai dengan dokumen muatan.
5. Selain kewenangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Nakhoda untuk kapal motor ukuran GT 35 (tiga
puluh lima Gross tonnage atau lebih diberi tugas dan
kewenangan khusus, yaitu:
a. membuat catatan setiap
kelahiran;
b. membuat catatan setiap
kematian; dan
c. menyaksikan dan
mencatat surat wasiat.
6. Nakhoda wajib memenuhi
persyaratan pendidikan, pelatihan, kemampuan, dan keterampilan serta kesehatan.
Pasal 138
1. Nakhoda wajib berada
di kapal selama berlayar.
2. Sebelum kapal
berlayar, Nakhoda wajib memastikan bahwa kapalnya telah memenuhi persyaratan
kelaiklautan dan melaporkan hal tersebut kepada Syahbandar.
3. Nakhoda berhak menolak
untuk melayarkan kapalnya apabila mengetahui kapal tersebut tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
4. Pemilik atau operator
kapal wajib memberikan keleluasaan kepada Nakhoda untuk melaksanakan
kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 139
Untuk tindakan penyelamatan, Nakhoda
berhak menyimpang dari rute yang telah ditetapkan dan mengambil tindakan
lainnya yang diperlukan.
Pasal 140
1. Dalam hal Nakhoda
untuk kapal motor ukuran GT 35 (tiga puluh lima Gross Tonnage) atau
lebih yang bertugas di kapal sedang berlayar untuk sementara atau untuk
seterusnya tidak mampu melaksanakan tugas, mualim I menggantikannya dan pada
pelabuhan berikut yang disinggahinya diadakan penggantian Nakhoda.
2. Apabila mualim I
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mampu menggantikan Nakhoda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), mualim lainnya yang tertinggi dalam jabatan sesuai
dengan sijil menggantikan dan pada pelabuhan berikut yang disinggahinya
diadakan penggantian Nakhoda.
3. Dalam hal penggantian
Nakhoda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disebabkan halangan
sementara, penggantian tidak mengalihkan kewenangan dan tanggung jawab Nakhoda
kepada pengganti sementara.
4. Apabila seluruh mualim
dalam kapal berhalangan menggantikan Nakhoda sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pengganti Nakhoda ditunjuk oleh dewan kapal.
5. Dalam hal penggantian
Nakhoda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan halangan tetap, Nakhoda
pengganti sementara mempunyai kewenangan dan tanggung jawab sebagaimana diatur
dalam Pasal 137 ayat (1) dan ayat (3).
Pasal 141
1. Nakhoda untuk kapal
motor ukuran GT 35 (tiga puluh lima Gross Tonnage) atau lebih dan
Nakhoda untuk kapal penumpang, wajib menyelenggarakan buku harian kapal.
2. Nakhoda untuk kapal
motor ukuran GT 35 (tiga puluh lima Gross Tonnage) atau lebih wajib
melaporkan buku harian kapal kepada pejabat pemerintah yang berwenang dan/atau
atas permintaan pihak yang berwenang untuk memperlihatkan buku harian kapal
dan/atau memberikan salinannya.
3. Buku harian kapal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijadikan sebagai alat bukti di
pengadilan.
Pasal 142
1. Anak Buah Kapal wajib
menaati perintah Nakhoda secara tepat dan cermat dan dilarang meninggalkan
kapal tanpa izin Nakhoda.
2. Dalam hal Anak Buah
Kapal mengetahui bahwa perintah yang diterimanya tidak sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, maka yang bersangkutan berhak mengadukan kepada pejabat
pemerintah yang berwenang.
Pasal 143
1. Nakhoda berwenang
memberikan tindakan disiplin atas pelanggaran yang dilakukan setiap Anak Buah
Kapal yang:
a. meninggalkan kapal
tanpa izin Nakhoda;
b. tidak kembali ke kapal
pada waktunya;
c. tidak melaksanakan
tugas dengan baik;
d. menolak perintah
penugasan;
e. berperilaku tidak
tertib; dan/atau
f. berperilaku tidak
layak.
2. Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 144
1. Selama perjalanan
kapal, Nakhoda dapat mengambil tindakan terhadap setiap orang yang secara tidak
sah berada di atas kapal.
2. Nakhoda mengambil
tindakan apabila orang dan/atau yang ada di dalam kapal akan membahayakan
keselamatan kapal dan Awak Kapal.
3. Tindakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 145
Setiap orang dilarang mempekerjakan
seseorang di kapal dalam jabatan apa pun tanpa disijil dan tanpa memiliki
kompetensi dan keterampilan serta dokumen pelaut yang dipersyaratkan.
Pasal 146
Ketentuan lebih lanjut mengenai
penyijilan, pengawakan kapal, dan dokumen pelaut diatur dengan Peraturan
Menteri.
Bagian Keempat
Garis Muat Kapal dan Pemuatan
Pasal 147
1. Setiap kapal yang
berlayar harus ditetapkan garis muatnya sesuai dengan persyaratan.
2. Penetapan garis muat
kapal dinyatakan dalam Sertifikat Garis Muat.
3. Pada setiap kapal
sesuai dengan jenis dan ukurannya harus dipasang Marka Garis Muat secara tetap
sesuai dengan daerah-pelayarannya.
Pasal 148
1. Setiap kapal sesuai
dengan jenis dan ukurannya harus dilengkapi dengan informasi stabilitas untuk
memungkinkan Nakhoda menentukan semua keadaan pemuatan yang layak pada setiap
kondisi kapal.
2. Tata cara penanganan,
penempatan, dan pemadatan muatan barang serta pengaturan balas harus memenuhi
persyaratan keselamatan kapal.
Pasal 149
1. Setiap peti kemas yang
akan dipergunakan sebagai bagian dari alat angkut wajib memenuhi persyaratan
kelaikan peti kemas.
2. Tata cara penanganan,
penempatan, dan pemadatan peti kemas serta pengaturan balas harus memenuhi
persyaratan keselamatan kapal.
Pasal 150
Ketentuan lebih lanjut mengenai garis
muat dan pemuatan diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kelima
Kesejahteraan Awak Kapal
dan Kesehatan Penumpang
Pasal 151
1. Setiap Awak Kapal
berhak mendapatkan kesejahteraan yang meliputi:
a. gaji;
b. jam kerja dan jam
istirahat;
c. jaminan pemberangkatan
ke tempat tujuan dan pemulangan ke tempat asal;
d. kompensasi apabila
kapal tidak dapat beroperasi karena mengalami kecelakaan;
e. kesempatan
mengembangkan karier;
f. pemberian akomodasi,
fasilitas rekreasi, makanan atau minuman; dan
g. pemeliharaan dan
perawatan kesehatan serta pemberian asuransi kecelakaan kerja.
2. Kesejahteraan kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam perjanjian kerja antara
Awak Kapal dengan pemilik atau operator kapal sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 152
1. Setiap kapal yang
mengangkut penumpang wajib menyediakan fasilitas kesehatan bagi penumpang.
2. Fasilitas kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. ruang pengobatan atau
perawatan;
b. peralatan medis dan
obat-obatan; dan
c. tenaga medis.
Pasal 153
Ketentuan lebih lanjut mengenai
perjanjian kerja dan persyaratan fasilitas kesehatan penumpang diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Status Hukum Kapal
Pasal 154
Status hukum kapal dapat ditentukan
setelah melalui proses:
a. pengukuran kapal;
b. pendaftaran kapal; dan
c. penetapan kebangsaan
kapal.
Pasal 155
1. Setiap kapal sebelum
dioperasikan wajib dilakukan pengukuran oleh pejabat pemerintah yang diberi
wewenang oleh Menteri.
2. Pengukuran kapal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan menurut 3 (tiga) metode,
yaitu:
a. pengukuran dalam
negeri untuk kapal yang berukuran panjang kurang dari 24 (dua puluh empat)
meter;
b. pengukuran
internasional untuk kapal yang berukuran panjang 24 (dua puluh empat) meter
atau lebih; dan
c. pengukuran khusus
untuk kapal yang akan melalui terusan tertentu.
3. Berdasarkan pengukuran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan Surat Ukur untuk kapal dengan
ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh) Gross Tonnage).
4. Surat Ukur sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diterbitkan oleh Menteri dan dapat dilimpahkan kepada
pejabat yang ditunjuk.
Pasal 156
1. Pada kapal yang telah
diukur dan mendapat Surat Ukur wajib dipasang Tanda Selar.
2. Tanda Selar harus
tetap terpasang di kapal dengan baik dan mudah dibaca.
Pasal 157
1. Pemilik, operator
kapal, atau Nakhoda harus segera melaporkan secara tertulis kepada Menteri
apabila terjadi perombakan kapal yang menyebabkan perubahan data yang ada dalam
Surat Ukur.
2. Apabila terjadi
perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengukuran ulang kapal harus
segera dilakukan.
Pasal 158
1. Kapal yang telah
diukur dan mendapat Surat Ukur dapat didaftarkan di Indonesia oleh pemilik
kepada Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal yang ditetapkan oleh
Menteri.
2. Kapal yang dapat
didaftar di Indonesia yaitu:
a. kapal dengan ukuran tonase
kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage);
b. kapal milik warga
negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia
dan berkedudukan di Indonesia; dan
c. kapal milik badan
hukum Indonesia yang merupakan usaha patungan yang mayoritas sahamnya dimiliki
oleh warga negara Indonesia.
3. Pendaftaran kapal
dilakukan dengan pembuatan akta pendaftaran dan dicatat dalam daftar kapal
Indonesia.
4. Sebagai bukti kapal
telah terdaftar, kepada pemilik diberikan grosse akta pendaftaran kapal yang
berfungsi pula sebagai bukti hak milik atas kapal yang telah didaftar.
5. Pada kapal yang telah
didaftar wajib dipasang Tanda Pendaftaran.
Pasal 159
1. Pendaftaran kapal
dilakukan di tempat yang ditetapkan oleh Menteri.
2. Pemilik kapal bebas
memilih salah satu tempat pendaftaran kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk mendaftarkan kapalnya.
Pasal 160
1. Kapal dilarang
didaftarkan apabila pada saat yang sama kapal itu masih terdaftar di tempat
pendaftaran lain.
2. Kapal asing yang akan
didaftarkan di Indonesia harus dilengkapi dengan surat keterangan penghapusan
dari negara bendera asal kapal.
Pasal 161
1. Grosse akta pendaftaran
kapal yang rusak, hilang, atau musnah dapat diberikan grosse akta baru sebagai
pengganti.
2. Grosse akta pengganti sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan oleh pejabat pendaftar dan
pencatat balik nama kapal pada tempat kapal didaftarkan berdasarkan penetapan
pengadilan negeri.
Pasal 162
1. Pengalihan hak milik
atas kapal wajib dilakukan dengan cara balik nama di tempat kapal tersebut
semula didaftarkan.
2. Balik nama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan membuat akta balik nama dan dicatat
dalam daftar induk kapal yang bersangkutan.
3. Sebagai bukti telah
terjadi pengalihan hak milik atas kapal kepada pemilik yang baru diberikan
grosse akta balik nama kapal.
Pasal 163
1. Kapal yang didaftar di
Indonesia dan berlayar di laut diberikan Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia
oleh Menteri.
2. Surat Tanda Kebangsaan
Kapal Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk :
a. Surat Laut untuk kapal
berukuran GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage) atau
lebih;
b. Pas Besar untuk kapal
berukuran GT 7 (tujuh Gross Tonnage) sampai dengan ukuran kurang
dari GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage); atau
c. Pas Kecil untuk kapal
berukuran kurang dari GT 7 (tujuh Gross Tonnage).
3. Kapal yang hanya
berlayar di perairan sungai dan danau diberikan pas sungai dan danau.
Pasal 164
Kapal negara dapat diberi Surat Tanda
Kebangsaan Kapal Indonesia.
Pasal 165
1. Kapal berkebangsaan
Indonesia wajib mengibarkan bendera Indonesia sebagai tanda kebangsaan kapal.
2. Kapal yang bukan
berkebangsaan Indonesia dilarang mengibarkan bendera Indonesia sebagai tanda
kebangsaannya.
Pasal 166
1. Setiap kapal yang
berlayar di perairan Indonesia harus menunjukkan identitas kapalnya secara
jelas.
2. Setiap kapal asing
yang memasuki pelabuhan, selama berada di pelabuhan dan akan bertolak dari
pelabuhan di Indonesia, wajib mengibarkan bendera Indonesia selain bendera kebangsaannya.
Pasal 167
Kapal berkebangsaan Indonesia dilarang
mengibarkan bendera negara lain sebagai tanda kebangsaan.
Pasal 168
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara pengukuran dan penerbitan surat ukur, tata cara, persyaratan, dan
dokumentasi pendaftaran kapal, serta tata cara dan persyaratan penerbitan Surat
Tanda Kebangsaan Kapal diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketujuh
Manajemen Keselamatan dan Pencegahan
Pencemaran dari Kapal
Pasal 169
1. Pemilik atau operator
kapal yang mengoperasikan kapal untuk jenis dan ukuran tertentu harus memenuhi
persyaratan manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal.
2. Kapal yang telah
memenuhi persyaratan manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi sertifikat.
3. Sertifikat manajemen
keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) berupa Dokumen Penyesuaian Manajemen Keselamatan (Document of
Compliance/DOC) untuk perusahaan dan Sertifikat Manajemen Keselamatan (Safety
Management Certificate/SMC) untuk kapal.
4. Sertifikat sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diterbitkan setelah dilakukan audit eksternal oleh
pejabat pemerintah yang memiliki kompetensi atau lembaga yang diberikan
kewenangan oleh Pemerintah.
5. Sertifikat Manajemen
Keselamatan dan Pencegahan Pencemaran diterbitkan oleh pejabat yang ditunjuk
oleh Menteri.
6. Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara audit dan penerbitan sertifikat manajemen keselamatan dan
pencegahan pencemaran Peraturan Menteri.
Bagian Kedelapan
Manajemen Keamanan Kapal
Pasal 170
1. Pemilik atau operator
kapal yang mengoperasikan kapal untuk ukuran tertentu harus memenuhi
persyaratan manajemen keamanan kapal.
2. Kapal yang telah
memenuhi persyaratan manajemen keamanan kapal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diberi sertifikat.
3. Sertifikat Manajemen
Keamanan Kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa Sertifikat Keamanan
Kapal Internasional (International Ship Security Certificate/ISSC).
4. Sertifikat sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diterbitkan setelah dilakukan audit eksternal oleh
pejabat pemerintah yang memiliki kompetensi atau lembaga yang diberikan
kewenangan oleh Pemerintah.
5. Sertifikat Manajemen
Keamanan Kapal diterbitkan oleh pejabat berwenang yang ditunjuk oleh Menteri.
6. Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara audit dan penerbitan sertifikat manajemen keamanan kapal
diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kesembilan
Sanksi Administratif
Pasal 171
1. Setiap orang yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 ayat (1), Pasal 129
ayat (1) atau ayat (4), Pasal 130 ayat (1), Pasal 132 ayat (1) atau ayat (2),
Pasal 137 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 138 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 141
ayat (1) atau ayat (2), Pasal 152 ayat (1), Pasal 156 ayat (1), Pasal 160 ayat
(1), Pasal 162 ayat (1), atau Pasal 165 ayat (1) dikenakan sanksi
administratif, berupa:
a. peringatan;
b. denda administratif;
c. pembekuan izin atau
pembekuan sertifikat;
d. pencabutan izin atau
pencabutan sertifikat;
e. tidak diberikan
sertifikat; atau
f. tidak diberikan Surat
Persetujuan Berlayar.
2. Pejabat pemerintah
yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (5)
dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang kepegawaian.
3. Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara dan prosedur pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.